Plagiarisme atau penjiplakan menjadi tindakan yang dapat merusak moral bangsa. Ironisnya, hal ini justru masih ditemukan di lingkungan perguruan tinggi, misalnya dalam melakukan kegiatan penelitian dan publikasi.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir mengungkapkan, praktik plagiarisme dapat merusak tatanan perguruan tinggi. Baginya, dalam lingkungan akademis yang terpenting adalah kejujuran.
“Dosen dalam melakukan penelitian dan membuat publikasi, masalah benar nomor dua. Yang pertama paling penting itu jujur. Karena kalau tidak benar atau ada kesalahan, misalnya dalam metodologi atau analisis masih bisa diperbaiki oleh peneliti lain. Yang tidak boleh itu curang. Kalau itu terjadi merusak perguruan tinggi Indonesia,” tuturnya dalam pembukaan Mukernas Perkumpulan Ahli dan Dosen Republik Indonesia (ADRI) di Universitas Pakuan, Bogor, Kamis (30/3/2017).
Ucapan Nasir tersebut merupakan pesan bagi seluruh dosen yang ingin menerbitkan publikasi. Pasalnya, saat ini, pemerintah sendiri tengah mendorong peningkatan produktivitas dosen, termasuk guru besar melalui publikasi internasional.
“Syarat mutlak publikasi itu tidak boleh plagiarisme. Ini harus hati-hati. Pencegahan plagiarisme juga termasuk revolusi mental dalam perguruan tinggi,” sebutnya.
Pada kesempatan tersebut, Mantan Rektor Terpilih Universitas Diponegoro (Undip) itu juga mengapresiasi ADRI yang turut berkontribusi meningkatkan jumlah dan kualitas publikasi terindeks di Tanah Air. Nasir juga mengingatkan kepada para akademisi untuk melakukan kerja sama yang menghasilkan nilai tambah dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Kami mendukung kebijakan pemerintah. Kami sudah terbiasa melakukan kerja sama riset, visiting professor, termasuk melibatkan diaspora,” tambah Ketua ADRI, Achmad Fathoni Rodli.(afr)
sumber: okezon-kampus.com